obrolan

Kenapa Harus Malu Pakai ‘Payung Ojeg’

Kemarin saya lihat seorang Bapak di atas motornya pakai celana plastik melapisi celana panjangnya. Memang akhir-akhir ini sedang hujan (baca: musim hujan).. Allahumma shayyiban nafi’an [1]. Tapi koq saya baru lihat celana seperti itu ya (bukan baru, tapi sepertinya emang jarang). Yang jelas, celana itu melindungi kaki si Bapak. Bukankah kalau motornya kehujanan, celana basah, ngga nyaman, ujung-ujungnya bisa masuk angin.

Jadi ingat jas hujan pemberian orang tua saya waktu SMP. Jas hujan dengan penutup kepala itu bisa menutupi dari atas sampai bawah, tentunya akan sangat berguna bagi saya yang berangkat ke sekolah dengan sepeda plus jalan kaki di kala sedang hujan. Tapi, sayangnya jas hujan itu mungkin hanya saya pakai satu dua kali. Ngga ada teman-teman yang pakai jaket seperti saya apalagi dengan warna soft pink yang cantik, sehingga sempat diketawain teman, dan saya pun malu memakainya.

Tapi itu hanyalah pemikiran anak kecil yang terdidik untuk malu oleh lingkungannya. Setelah duduk di bangku kuliah saya ingin membuktikan bahwa hal seperti itu tidak ada di lingkungan pendidikan tinggi dan tidak ada di otak orang dewasa. Saya pernah membawa payung yang super gede ke kampus. Ternyata tanggapan teman, “wah, mau ngojeg, ya”. Tapi saya sih malah ikut tertawa jadinya, kalau waktu kecil mungkin malu ya. Emangnya ada yang salah dengan ‘payung ojeg’? ‘Payung ojeg’ kan memberi pelindungan extra, terlebih kalau ada yang mau ngojeg payung alias numpang dipayungin. Tapi payung yang ada tanda tangan ayah saya itu tidak saya bawa lagi, bukan karena malu, tapi karena saya sering ketinggalan payung di bis atau di rumah orang.

Saya bingung mengapa orang sering malu dengan hal-hal yang kecil. Bahkan malu untuk sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya, terlebih sesuatu yang benar dalam agama, sesuatu yang disunnahkan. Malu memang sebagian dari iman [2], tapi bukan malu seperti itu yang sebagian dari iman. Bukan malu pakai celana ngatung [3] karena dibilang kebanjiran, bukan malu pakai jilbab syar’i [4] karena ga sesuai dengan trend, bukan juga malu pelihara jenggot [5], yang termasuk bagian dari iman. Atau bukan juga malu pakai ‘payung ojeg’.. : )

Wallahu Ta’ala a’lam

—————————————————————————

[1] Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
“Iman ada 73 lebih atau 63 lebih bagian. Yang paling utama ialah perkataan Laa ilaaha illallah, dan yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu merupakan satu bagian dari iman” [HR Muslim, no. 35]

[2] Dikutip dari Muslim.or.id

Apabila Allah memberi nikmat dengan diturunkannya hujan, dianjurkan bagi seorang muslim untuk membaca do’a,

اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً

“Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat.”

[3] laki-laki, silahkan lihat link ini

[4] wanita, silahkan lihat link ini

[5] laki-laki, silahkan lihat link ini

15 tanggapan untuk “Kenapa Harus Malu Pakai ‘Payung Ojeg’

  1. @Dalila Sadida: ‘afwan, dek : )
    @Saleh Iskandar: hm, sebenernya ga suka dibilang ‘pelupa’.. khawatir jd trademark ^^.. soalnya buat saya sifat jelek harus bisa diubah..btw, makasih jd diingetin
    @Sadat ar Rayyan:oh ya.. bagus kalau itu : )
    @umybilqis: wah., makasih ukh, bedakan malu yg jaim (jaga image) dengan haya’ (yg special characternya mu’min)
    @fitri:mungkin kalau dimuat2in 4 org ^^
    @bayu200687: saya suka sepeda jengki

  2. ka le.. ka le… kapan2 kalau bawa payung ojek mampir ya ke teknik jemput adikmu yang lucu ini…. nebeng…
    hue… hehe…. 😀

  3. @khansanailah: tapi jangan malu ya kalau ga hujan : D
    @devi wulandari:looh
    @awisawisan: wa’alaykumussalaam.. alhamdulillaah ^^ makasih ya..
    @Andi Naufal: siip

  4. payung ojeg, itulah fenomena hidup orang mencari rezeki dikala musim hujan datang dan sebaliknya jika musim kemarau/panas, mungkin payung juga bisa di-ojek-kan kembali khusus bagi kaum-kaum hawa yang rentang dengan kepanasan. 🙂

    postingan yang bagus!

Tinggalkan komentar